Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulawesi Barat Albar, memastikan IMM secara kelembagaan akan mengkonsolidasikan Mahasiswa dan Masyarakat Sipil guna mengembalikan integritas penegakan hukum di Sulbar, serta memastikan menyeret semua yang terlibat dalam sengketa pemilu di Kabupaten Mamuju tTngah untuk bertanggung jawab.
Kasus yang menimpa Imran Tri Kerwiyadi, hanya satu contoh, bagaimana kriminalisasi dan upaya kambing hitam dalam politik dinormalisasi untuk menutupi kejahatan yang lebih besar.
"Dugaan Kami kuat, setelah melihat kejanggalan dalam proses hingga penetapan Anggota KPU Mateng, besar indikasi ada upaya secara politis untuk terbebas dari jeratan hukum, tentu menjadi catatan buruk bagi Penyelenggara pemilu dan Penegakan Hukum terpadu di Sulawesi Barat" kata Albar
Menurut keterangan dari Imran atas pembelaannya di Media, Kejanggalan tersebut antara lain,
Hanya satu dari lima anggota KPU, yakni Imran Tri Kerwiyadi, yang kemudian dijadikan tersangka tunggal oleh Polres Mamuju Tengah melalui surat penetapan tertanggal 15 Desember 2024. Hal ini bertentangan dengan hasil kajian dan pembahasan Gakkumdu sebelumnya yang menyatakan bahwa terlapor adalah seluruh ketua dan anggota KPU.
Proses hukum yang menimpa Imran dinilai tidak mengikuti aturan main sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Peraturan Bersama Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Pemilu oleh Sentra Gakkumdu. Berkas perkara bahkan telah dua kali ditolak oleh Kejaksaan Negeri Mamuju, namun tetap dipaksakan untuk dilanjutkan ke tahap pengaduan.
Imran satu-satunya yang dijadikan tersangka dari lima anggota KPU Mamuju Tengah.
Harusnya tidak hanya Imran yang ditetapkan tersangka, karna faktanya ada 2 Komisioner KPU lainnya yaitu Alamsyah (Ketua KPU Mateng), dan Sirul Alimin M.Nur (Anggota KPU Mateng) serta 1 Komisioner Bawaslu atas Nama Muhammad Syarif Muhayyang yang langsung datang meminta klarifiksi dan keterangan di Sekolah (SMKN 3 Makassar) terkait yang mengeluarkan Ijazah tersebut.
Kasus sempat berhenti karena ditolak oleh Jaksa, lalu tiba-tiba diaktifkan kembali melewati batas waktu penanganan.
Tidak ada permintaan pembahasan ulang ke Bawaslu setelah batas waktu sebagaimana diatur Perber No. 5/2020.
Penyidik memanggil dan menyerahkan Imran ke Kejaksaan meskipun secara prosedural telah terjadi pelanggaran tata waktu penanganan kasus.
Harus nya penyedik mempertersangkakan Pihak sekolah yang mengeluarkan Ijazah tersebut.
Upaya Politisasi seperti ini bagi Albar, adalah Penyalahgunaan Instrumen Hukum, proses tebang pilih, Politik kambing hitam. Yang jauh dari integritas penegakan hukum, melindungi juga berpihak secara jujur dan adil.
"Kami Pastikan, akan mengkonsolidasikan IMM secara kelembagaan dan Masyarakat Sipil, untuk melakukan intervensi publik, guna mengembalikan integritas Kejaksaan, penegakan hukum terpadu di sulbar, dan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu" tutup Albar, saat dikonfirmasi pada 10 April 2025, di Mamuju.